tag:blogger.com,1999:blog-74861274888679325532024-03-13T11:00:01.302-07:00Chalk on BoardThis is a personal blog dedicated for the education world especially Language Teaching. You may find some useful and useless (mostly, lol) articles, lesson plans, tips 'n tricks, and comments around education worldAnggaAnggahttp://www.blogger.com/profile/09887282100011550973noreply@blogger.comBlogger6125tag:blogger.com,1999:blog-7486127488867932553.post-21001698233834697822012-11-12T09:15:00.003-08:002012-11-12T09:15:50.449-08:00Hujan Sore Itu pun Mampu Melarutkan Batu<style type="text/css">
<!--
@page { margin: 0.79in }
P { margin-bottom: 0.08in }
</style>
<div style="margin-bottom: 0in;">
Masih samar kulihat, bulir hujan ini
bagaikan percikan lahar merajam kulitku: panas membakar. Berpelukan
dengan aspal yang perlahan mencair, tubuhku kaku, tak tahu lagi mana
tangan mana kaki. Di seberang embun lensa minusku, sosok itu masih
ada, sedang santai rupanya, seenaknya saja rebahan di jalan.
Hahaha...lucu juga, baru sejam yang lalu orang itu memakiku karena
bawa-bawa <i>pylox</i><span style="font-style: normal;">. Namanya juga
anak muda, kan wajar kalau jiwanya terusik gara-gara sekolah seberang
corat-coret nama mereka di </span><i>area </i><span style="font-style: normal;">kami.
</span>
</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
“<span style="font-style: normal;">Hei,
kamu! Iya kamu Erik, sini bentar!” hardiknya waktu itu. “Ngapain
bawa-bawa beginian segala? Lomba mural udah kelar, trus kamu juga gak
usah khawatir ngebersihin cat tembok belakang. Diemin aja udah!”
katanya sambil berusaha merebut pylox hijauku. Ya, hijau warna
sekolahku.</span></div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
“<span style="font-style: normal;">Halah,
guru baru kemaren aja udah belagu! Kaga usah sok ngatur deh!”
balasku.</span></div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
“<span style="font-style: normal;">Kamu
ngomong gitu lagi ke saya,... kantor Pak Parno,” ancamnya. Pak
Parno adalah kepala sekolahku yang lemah lembut. Beliau tidak pernah
menghardik siswanya secara kasar, selalu santun. Tapi entah mengapa
sudah tujuh anak dikeluarkannya tahun ini.</span></div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
“<span style="font-style: normal;">Bodo
amat!” jawabku sekenanya. Kulanjutkan langkahku penuh semangat.
Penasaran juga, siapa sih yang berani mengibarkan bendera perang? Oh,
Pak Tomi, si guru baru tadi tak berkomentar lebih lanjut, seketika
itu juga bayangannya pun menguap.</span></div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-style: normal;">Ternyata
benar, kuning. Terlihat dengan jelas di tembok belakang sekolah kami,
semprotan cat berwarna kuning pisang bertuliskan “YLW”, bukan
dari kata “yellow” melainkan “Your Last Whish”. Entah apa
maksud mereka dengan sebutan itu, bahasa Inggrisku di bawah standar.
Yang jelas, mereka sudah berani menginvasi teritori kami. Segera saja
kuhijaukan YLW itu, lalu sebelahnya kutulis CLP, singkatan dari
Chlorophyll, mungkin karena hijau, mungkin para seniorku penyuka
biologi, mungkin juga dulunya mereka penjual obat MLM. Beres sudah.</span></div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-style: normal;">Kulanjutkan
kemenanganku seorang diri. Serasa Bruce Willis yang sukses meledakkan
mobil musuhnya di film Die Hard, langkahku mantap meninggalkan TKP.
Sambil menyusuri jalan pinggir sawah yang aspalnya protes kepanasan,
sesekali ku membayangkan mendapat pujian dari teman-teman karena
telah </span><i>mengkoreksi </i><span style="font-style: normal;">coretan
tadi. Sesekali ku menengok ke belakang, sekadar berjaga-jaga
seandainya para pasukan kuning menyerang, tapi yang kulihat hanya
satu orang yang berjalan di kejauhan, tak jelas siapa karena siluet.
“Ah, kalo cuma satu aja gampang,” pikirku.</span></div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
“<span style="font-style: normal;">Hei,
Njing!” sebuah suara menggetarkan udara memecah lamunanku, “hah,
berani juga bocah sayur nyoretin tag gue!” lanjutnya. Sejenak
adrenalinku memuncak, berasa siap untuk segalanya, tapi hanya beberaa
detik saja. Kira-kira dua lusin anak YLW telah mengelilingiku.
Mampus! Tak perlu tunggu lama, sebuah balok kayu menghantam betisku,
cukup kuat hingga membuatku berlutut. Adon, si pemimpin gerombolan
menumpukan kakinya ke pundakku, sembari meludahi mukaku dia bertanya,
“ada permintaan terakhir?” senyum kemenangan tersungging di
wajahnya, “habisin ni kampret! Biar buat pelajaran buat yang laen!”
dalam hitungan detik jutaan syarafku mengejang, nyeri tak tertahankan
karena benturan pipa besi, balok kayu, hingga sol sepatu pantofel.</span></div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
“<span style="font-style: normal;">Woi!
Bubar semua!” seseorang berseru dari kejauhan, agaknya sambil
berlari, samar kulihat orang itu, pandanganku kabur, mungkin mau
pingsan. “Lo pada beraninya main keroyokan, kalo berani satu-satu
lawan gue!” hahaha, aku tertawa dalam hati. “Pak Tomi,” gumamku
sebelum benar-benar pingsan, setidaknya aku masih bisa tersenyum
senang, si guru bodoh itu rela menghantar nyawa buatku.</span></div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-style: normal;">Entah
berapa menit kami tergeletak di sana, yang jelas Pak Tomi pun sudah
kehabisan darah apalagi tenaga buat berdiri. “Hei Pak, jangan mati
dulu,” kataku sekuat tenaga. Dia tersenyum, lalu berkata lirih,
“Bocah tolol, sejak kapan lo manggil gue Pak?”...sejak anda
mengikuti saya tadi, Pak.</span></div>
<a href="http://www.indonesiaberkibar.org/"><img src="http://indonesiaberkibar.org/sites/all/themes/images/GIB-1.jpg" style="height: 400px; width: 400px;" /></a>
AnggaAnggahttp://www.blogger.com/profile/09887282100011550973noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7486127488867932553.post-88522916738800342532012-11-11T12:48:00.002-08:002012-11-11T12:48:34.693-08:00Well, it's a bit of the junk inside my head....It's kinda hard to live in a society where social rank does matter. As a young spirit, I have a dream of wandering the world, penetrating the depth of the most remote villages in Brazil, sweeping the sand in a small tribal society in Tanzania, or dodging bullets in some conflict area in Burma teaching children how to read and write, encouraging them in speaking their thoughts out loud. However, according to my society, such kind of "volunteering" job has no future. They expect me to be working in a bona-fide company as a salary man, getting plenty of money for my family and stuffs like that. I mean, what's wrong with following my dream and being detached from the "comfort zone"? AnggaAnggahttp://www.blogger.com/profile/09887282100011550973noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7486127488867932553.post-34374807715695641712012-11-11T12:08:00.003-08:002012-11-11T12:08:41.491-08:00Guru Pindah ke Bulan<style type="text/css">
<!--
@page { margin: 0.79in }
P { margin-bottom: 0.08in }
</style>
<div style="margin-bottom: 0in;">
Guru...ahh sebuah kata yang
menggairahkan, membuka imaji-imaji akan kemuliaan, loyalitas,
pengabdian, setidaknya begitulah yang seharusnya diucapkan. Dalam
bahasa jawa guru mendapat predikat “diGUgu lan ditiRU” yang
artinya dipatuhi dan dicontoh, sebuah predikat yang dimuliakan.
Betapa tidak, seorang yang kata-katanya menjadi teladan dan pedoman
bagi orang lain adalah seorang yang luar biasa, bahkan di jaman
sekarang, siapa sih yang tidak menginginkan banyak follower pada akun
twitter mereka? Tidak heran jika orang-orang sangat menghormati
seseorang yang berprofesi sebagai guru dalam berbagai lingkup dan
konteks. Akan tetapi, di jaman sekarang ini, ketika ilmu pedagogi
telah berkembang pesat, apakah definisi guru tersebut masih relevan?
Bagi saya: tidak.</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
Guru dalam konteks pendidikan modern
merupakan fasilitator bagi siswa, bukan lagi sumber ilmu. Secara
populer, cara mengajar teacher-centered telah beranjak ditinggalkan,
berganti dengan student-centered learning di mana siswa adalah pusat
kegiatan belajar. Lalu apa peran guru dalam pendidikan? Menurut saya
guru seharusnya memberikan porsi lebih dalam mentransfer nilai-nilai
hidup, memberikan panduan-panduan belajar bagi siswa dalam
mengembangkan diri: sebuah panduan yang bersifat fleksibel
mengembangkan dan bukan kaku mengikat. Itu bukan juga berarti para
guru harus melakukan seminar motivasi semacam Om Mario Teguh pada
para muridnya—lucu juga ya, melainkan menyertakannya dalam
keseharian mengajar. “Wah, abstrak sekali, Mas. Gak praktis nih.”
okelah kalo begitu, saya akan sedikit berelaborasi, ingat: sedikit.</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<b>Ujian atau penghakiman?</b><br />
</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
Apa yang ada di benak kita ketika
mendengar bahwa besok ada ujian? “Mati! belum belajar nih gue!”
atau “Moga-moga besok gurunya mendadak kondangan anak pak RT”?
Apa pun itu, dengan menilik paradigma guru dan murid akan ujian,
wajar kok jika kita merasa insecure, lebih-lebih kalau menyangkut
ujian nasional. Sebenarnya tujuan ujian atau penilaian itu apa sih
kok segitunya menghantui mimpi indah para siswa? Sebenarnya semua
juga sudah tahu kalau ujian itu untuk menguji tingkat pemahaman para
siswa dalam suatu periode belajar, tetapi yang terjadi adalah bahwa
ujian itu digunakan untuk menentukan masa depan, dan proses belajar
pun menjadi semacam laundry: sehari jadi. Parahnya lagi ketika nilai
ujian dibagikan, sang guru dengan gusar mengumumkan bahwa siswanya
tidak kompeten, kurang belajar, dan lain lain. Komplikasinya adalah
siswa—yang mendapat nilai dibawah syarat—akan terdemotivasi,
kehilangan self-esteem, bahkan takut pulang ke rumah. Jika rata-rata
nilai ujian terlalu rendah, atau marginnya terlalu lebar, guru lah
yang seharusnya mengevaluasi diri mati-matian, apakah cara
mengajarnya selama ini telah efektif mengakomodasi intelegensi para
siswanya. Guru pun harus realistis memberikan materi ujian: apakah
materi yang diujikan telah sesuai dengan yang diajarkan. Selanjutnya,
guru sebaiknya mempertimbangkan apakah akan lanjut ke materi
berikutnya atau harus mereview ujian tersebut. Dengan demikian, siswa
benar-benar mendapatkan hikmah dari ujian.</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<b>Ruang pujian bagi hati yang belajar</b></div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<br />
Seberapa sering kah seorang guru
memberikan dorongan positif bagi siswa, atau kah lebih sering
menstigma siswa dengan predikat tidak menyenangkan (bodoh, malas,
dll)? Secara bawah sadar, kata-kata positif akan membombong siswa dan
meningkatkan motivasi siswa dalam belajar. Tidak bertindak bossy atau
paling benar di kelas juga akan menumbuhkan penghargaan dari diri
siswa. Berikan ruang bagi siswa untuk belajar dari kesalahan mereka,
bukan dengan menekannya. Walau pun kecil, setiap bentuk penghargaan
bagi siswa sangat lah berarti. Tetapi perlu diingat, pujian semacam
ini jangan terlalu mudah diberikan untuk menjaga value-nya.</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
Wuahh, masih banyak lagi yang perlu
diperhatikan oleh seorang guru dalam menanamkan value dalam
perziarahannya mengajar, kalau ditulis semua bisa jadi buku, lain
kali disambung lagi. Intinya, sudah bukan saatnya lagi guru
men-tether pengetahuan mereka ke pada siswa, melainkan menuntun siswa
untuk menjadi penimba ilmu abadi yang seutuhnya. Siswa lah yang
menjadi pusat orbit dalam pendidikan. Seorang pahlawan tidak akan
memaksakan pikirannya untuk mendapatan pengikut. Ia akan memberikan
berpikir kepada para pengikutnya supaya kelak mereka menjadi
pahlawan-pahlawan bagi orang lain.</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<a href="http://www.indonesiaberkibar.org/"><img src="http://indonesiaberkibar.org/sites/all/themes/images/GIB-3.jpg" style="height: 300px; width: 300px;" /></a>AnggaAnggahttp://www.blogger.com/profile/09887282100011550973noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7486127488867932553.post-59550879646336391252012-11-11T10:02:00.001-08:002012-11-11T10:02:57.615-08:00Para Arsitek Alam Semesta<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjQnMab-KCQp3N3sxdIurkgo6tY1_qB9GxnlmEyg6wzFWk36AVtUjIvBoYNIvs8I1sUGngDe6mtnC3bHgli0_ol0dkqLoZY_S7S4qisKZIXCDol2CtcoAn2_2qRi_NXBqHwVaX1guG_3eeo/s1600/IMAGINATION_by_archanN.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="228" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjQnMab-KCQp3N3sxdIurkgo6tY1_qB9GxnlmEyg6wzFWk36AVtUjIvBoYNIvs8I1sUGngDe6mtnC3bHgli0_ol0dkqLoZY_S7S4qisKZIXCDol2CtcoAn2_2qRi_NXBqHwVaX1guG_3eeo/s320/IMAGINATION_by_archanN.jpg" width="320" /></a></div>
<style type="text/css">
<!--
@page { margin: 0.79in }
P { margin-bottom: 0.08in }
</style> <br />
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
Semakin hari semakin
banyak saja orang yang menggembar-gemborkan buruknya pendidikan di
Indonesia; mulai dari menyalahkan sistem pendidikan yang carut marut,
kurikulum yang berubah-ubah tanpa kepastian arah, biaya yang tinggi,
hingga turunnya profesionalitas guru. Ada benarnya faktor-faktor
tersebut dijadikan kambing hitam permasalahan pendidikan di
Indonesia, tetapi kuranglah bijaksana jika menyalahkan sang empunya
pohon mangga yang tidak berbuah karena lalai memberi pupuk atau
menghalau hama padahal pohon tersebut tumbuh di atas bebatuan.
Mengapa kita tidak membenahi akar permasalahan terlebih dahulu
sebelum mengoreksi hal-hal yang mengikutinya?</div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
Menurut saya—yang sudah
<i>eneg </i><span style="font-style: normal;">mendengar gunjingan
masyarakat terhadap sistem pendidikan kita, permasalah utama justru
datang dari “satuan pendidikan” yang paling kecil: keluarga. Lho,
apakah orang tua kurang berusaha memberikan yang terbaik untuk
pendidikan anak-anaknya? Bukannya banyak orang tua yang sudah keluar
uang banyak untuk memasukkan putera-puterinya ke sekolah mahal
berbasis internasional, bahkan intergalaktika? Hahaha, sungguh
jenaka; orang-orang tua ini memiliki selera humor yang lucu. Coba
tanyakan kepada mereka, ada berapa yang menyekolahkan anaknya karena
anak-anak mereka meminta untuk disekolahkan. Lalu, dari sekian itu,
ada berapa anak yang meminta sekolah karena benar-benar ingin, dan
bukan karena takut malu dibicarakan tetangga? Kapankah orang tua akan
berhenti berkata, “Kamu harus rajin belajarnya biar dapat nilai
bagus, ranking satu! Mama gak mau tahu, pokoknya kalo kamu gak
ranking satu, gak ada lagi PS3!”</span></div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-style: normal;">Hmmm,
sepertinya untuk beberapa tahun kedepan situasinya masih akan
begitu-begitu saja, apalagi banyak artikel-artikel di internet atau
bahan presentasi para motivator yang mengatakan bahwa persaingan
tenaga kerja di dunia semakin ketat. Akan semakin banyak orang tua
yang memasukkan anaknya ke lembaga pendidikan (</span><i>les-les an</i><span style="font-style: normal;">)
sepulang sekolah, jika perlu tiap hari, agar anak-anaknya
“berprestasi”. Belum-belum jika sang ayah mendapat laporan dari
sekolah bahwa anaknya mendapat nilai rendah, beliau akan berkata,
“Apaa? Cuma 75?? Sudah papa bilang kan, belajar yang bener!”
yakali si anak bakal semangat belajar dengan riang gembira. Ada nggak
sih orang tua yang mengatakan ke anaknya, “Wow, kamu dapat nilai
45, dek? Hmm, kemaren udah belajar kan? Susah kah pelajaranya? Yuk
dibahas lagi sama papa, nilai segini gak masalah asal adek paham.
Yang penting adek udah berusaha keras”. </span>
</div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<b><span style="font-style: normal;">Cita-cita</span></b></div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-style: normal;">Setiap
kali saya menanyakan kepada seorang anak SD tentang anak cita-cita
mereka, jawabannya masih saja cliché, masih sama sejak zaman
kemerdekaan RI: dokter, presiden, arsitek, pegawai, direktur dan
kawan-kawan. Ya bukannya mendiskreditkan pekerjaan-pekerjaan
tersebut, yang jadi masalah adalah ketika yang mereka ucapkan itu
merupakan bentuk kesukseskan orang tua dalam mendoktrin anak-anak
mereka agar jadi orang kaya (karena kebanyakan tolok ukur kebahagiaan
adalah jumlah saldo simpanan pribadi di bank dengan rumus: tingkat
kebahagiaan dan kesuksesan seseorang berbanding lurus dengan jumlah
digit di rekening bank). Tapi orang tua mana sih yang gak ingin
anaknya “bahagia”? Nahh...berarti para orang tua harus
meredefinisikan kata bahagia tersebut. Betapa bahagianya orang tua
(atau mungkin cuma saya) ketika melihat anaknya melakukan sesuatu
yang sungguh-sungguh mereka sukai lahir-batin dan benar-benar total
di dalamnya.</span></div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-style: normal;">Jadi,
sebaiknya para orang tua lebih menghargai dan mengapresiasi secara
positif kebebasan anak-anaknya dalam menentukan pendidikan. Terdengar
cliché memang, tapi selama ini kebebasan menentukan pilihan bagi si
anak hanyalah sebatas penggalan frasa dalam buku PPKn, Pkn, PMP,
budipekerti, atau apalah namanya. Jika anak berangkat ke sekolah,
pastikan si anak dengan riang gembira, tanpa paksaan, tanpa beban
melangkahkan kaki-kaki harapan bangsa mereka menuju gerbang masa
depan mereka. Ingat, seorang anak terlahir BUKAN sebagai selembar
kertas putih yang siap digoresi tinta-tinta kehidupan, melainkan
terlahir bagaikan siteplan/blueprint sebuah bangunan yang telah
memiliki bentuk dan tujuannya sendiri, dan orang tua hanya berperan
sebagai kontraktor yang memfasilitasi para arsitek semesta tersebut
dalam mewujudkan impian mereka tanpa berkurang satu pilar pun.</span></div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-style: normal;">credits:</span></div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-style: normal;">cover picture by archanN <a href="http://browse.deviantart.com/?q=children+imagination#/d1opx98" target="_blank">http://browse.deviantart.com/?q=children+imagination#/d1opx98</a></span></div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-style: normal;"> </span></div>
<br />
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-style: normal;"><br /></span></div>
<a href="http://www.indonesiaberkibar.org/"><img src="http://indonesiaberkibar.org/sites/all/themes/images/GIB-2.jpg" style="height: 200px; width: 200px;" /></a>AnggaAnggahttp://www.blogger.com/profile/09887282100011550973noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-7486127488867932553.post-64842977900144251802011-03-16T09:20:00.000-07:002011-03-18T11:07:41.224-07:00Interviewing 'Bule'? Check this out!Some of my students complained that they got an assignment from their English teacher. The task is pretty simple: they have to interview some foreigners and take a picture wiv them.<br />
<div><span class="Apple-style-span" style="font-size: large;"><br />
</span></div><div><a href="http://imagetwist.com/7f6189uv546m/picture_blog.jpg.html" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;" target="_blank"><img border="0" src="http://img2.imagetwist.com/th/00210/7f6189uv546m.jpg" /></a><b>So, guys, here's some dos and don'ts in interviewing them....</b></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-size: large;">The DOs</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="color: #38761d;"><b>1. Ask permission</b></span></div><div>Don't just sit and talk to them...you will definitely bother them....ask whether they are willing to have this conversation...or else, the'll call the security...u don't want that to happen...rite?</div><div><br />
</div><div><span class="Apple-style-span" style="color: #38761d;"><b>2. Ask them whether they speak English or not</b></span></div><div>Some western-looking bule may not speak English. Although English is a second language in Europe, some guys from western Europe (chekoslovakia, armenia, yugoslavia, etc), Mediteranian (spain, portugese, greece, italy, etc), and central Europe (french, switzerland, austria, germany, etc) sometimes got messed up with their english pronunciation or fluency. </div><div>So, don't ask me, "Pak, saya kemaren wawancara bule, tapi dia gak paham:(," </div><div>"lho bule mana?" </div><div>"bule Arab, Pak..." that's...uhm...ridiculous...</div><div><br />
</div><div><b><span class="Apple-style-span" style="color: #38761d;">3. Always clearly state your reason</span></b></div><div>You know, you have to tell them that you are a student and are doing this as a school project. Because, sometimes they get scared...in case we're beggars, or sales, or terrorists...</div><div>Except if you want to get some bule friend, just for friend....that's different</div><div><br />
</div><div><span class="Apple-style-span" style="color: #38761d;"><b>4. Say thank you</b></span></div><div>you have to do this automatically...it's about appreciating others...don't wait till asked..</div><div><br />
</div><div><span class="Apple-style-span" style="font-size: large;">The DON'Ts</span></div><div>won't add further explanation, since it's a don't...so avoid them</div><div><span class="Apple-style-span" style="color: #990000;"><b>1. Ask about religion, marital status, salary and other personal things</b></span></div><div>unless they want to...</div><div><br />
</div><div><b><span class="Apple-style-span" style="color: #990000;">2. Talk about sensitive issues concerning politics, social, and cultural that is considered offensive</span></b></div><div>such as genocide, nazi, red khmer, national scandal, and other things...unless, they want to...</div><div><br />
</div><div><b><span class="Apple-style-span" style="color: #990000;">3. Under estimate or mock them and their country</span></b></div><div>we respect each other...no hurt feeling</div><div><br />
</div><div><span class="Apple-style-span" style="color: #990000;"><b>4. Smoke if they're eating or if they don't</b></span></div><div><br />
</div><div><b><span class="Apple-style-span" style="color: #990000;">5. Refuse their offer if you actually want to</span></b></div><div>yes means yes, no means no...</div><div><br />
</div><div><span class="Apple-style-span" style="color: #990000;"><b>6. Stare at their certain bodyparts, especially breasts..</b></span></div><div>that's considered as a sexual harassment...even if you stare at their moles...</div><div><br />
</div><div><span class="Apple-style-span" style="color: #990000;"><b>7. Throw them with your shoes if they refuse to have the interview</b></span></div><div>duh...</div><div><br />
</div><div>So, that's the basics...you can improvise it yourself...</div><div>enjoy chatting with bule ^^</div>AnggaAnggahttp://www.blogger.com/profile/09887282100011550973noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7486127488867932553.post-79021111338986492092011-03-15T11:35:00.000-07:002011-03-15T11:35:56.194-07:00Welcome to Chalk on Board!<span style="font-size: small;">It's my first time blogging, seriously...Maybe you may think that I'm living somewhere in mars--even martians have blogs--but, I really didn't feel like making one...</span><br />
<br />
<span style="font-size: small;">So, here I am with my new blog...I hope this blog can help you with something...errr...not 'that' thing...the other useful things...ahh...yes, yes, that's rite...'that' thing...nice one, buddy...</span><br />
<br />
<span style="font-size: small;">Why Chalk on Board? </span><br />
<span style="font-size: small;"><br />
I dedicate this blog for my education world. Not that I am STILL a student--FYI, I been trapped at school for 5 years...and counting--but to my future education life. Y'know (no), I'm studying English education (now you know)...so i will dedicate this blog to post some useful and useless articles, lesson plans, tips 'n tricks, and comments around education world.</span><br />
<span style="font-size: small;"><br />
</span><br />
<span style="font-size: small;"><br />
Feel free to cite, quote, or comment! But, don't forget to 'credit' me....</span><br />
<span style="font-size: small;">HAVE FUN ^^</span>AnggaAnggahttp://www.blogger.com/profile/09887282100011550973noreply@blogger.com0